Jogja, Never Ending Gudeg
By Anastasia Dian Mayasari
sumber gambar : dokumen pribadi
Jogja
merupakan kota yang “ngangeni” dengan segala hal yang menjadi keunikannya. Berbagai
julukan lekat dengan kota ini, yaitu jogja sebagai kota pelajar, kota budaya,
dan kota wisata. Pelancong dari yang lokal sampai interlokal sebagian besar
menempatkan Jogja sebagai salah satu tujuan wisata Indonesia. Tentunya, sebagai
kota wisata, yang tidak akan terlewatkan adalah wiskul alias wisata kulinernya. Selain bakpia yang secara khusus terpusat
di kawasan Pathuk, ada makanan yang sangat wajib dinikmati ketika berwisata di
Jogja, yaitu gudeg. Gudeg sangat mudah ditemui di jogja, bagian kota maupun di
pedesaan. Di kota Jogja sendiri, gudeg terpusat di salah satu wilayah tepatnya
di jalan Wijilan. Jalan di bagian timur Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini terdapat
puluhan penjual gudeg yang membuat pecinta kuliner jogja kebingungan untuk
memilih. Kebanyakan dari “warung” gudeg mengambil nama sang penjual untuk
menjadi nama usaha mereka, berbeda dengan usaha bakpia yang memakai nama “penomoran”.
Menurut cerita yang kebanyakan disampaikan oleh guru SD di Jogja,gudeg
mempunyai sejarah yang menarik. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda dulu,
ada salah satu pembantu yang membuatkan makanan dari gori atau nangka muda untuk meneer
Belanda. Karena masakan pembantunya
itu enak, lalu meneer itu berkata “Good,
Dik” kepada pembantunya tersebut. Kemudian kata tersebut lebih nyaman dikatakan
dengan “gudeg” oleh lidah orang jogja dari waktu ke waktu. Selain menjadi
sentra gudeg, Jalan Wijilan juga lokasi yang menarik untuk bersepeda atau jalan
pagi, setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Alun-alun Selatan Keraton Jogja. (mayanast)
Sumber: pengalaman pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar