Sabtu, 22 Desember 2012

Jogja, Never Ending Gudeg



Jogja, Never Ending Gudeg
By Anastasia Dian Mayasari
sumber gambar : dokumen pribadi
            Jogja merupakan kota yang “ngangeni” dengan segala hal yang menjadi keunikannya. Berbagai julukan lekat dengan kota ini, yaitu jogja sebagai kota pelajar, kota budaya, dan kota wisata. Pelancong dari yang lokal sampai interlokal sebagian besar menempatkan Jogja sebagai salah satu tujuan wisata Indonesia. Tentunya, sebagai kota wisata, yang tidak akan terlewatkan adalah wiskul alias wisata kulinernya. Selain bakpia yang secara khusus terpusat di kawasan Pathuk, ada makanan yang sangat wajib dinikmati ketika berwisata di Jogja, yaitu gudeg. Gudeg sangat mudah ditemui di jogja, bagian kota maupun di pedesaan. Di kota Jogja sendiri, gudeg terpusat di salah satu wilayah tepatnya di jalan Wijilan. Jalan di bagian timur Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini terdapat puluhan penjual gudeg yang membuat pecinta kuliner jogja kebingungan untuk memilih. Kebanyakan dari “warung” gudeg mengambil nama sang penjual untuk menjadi nama usaha mereka, berbeda dengan usaha bakpia yang memakai nama “penomoran”. Menurut cerita yang kebanyakan disampaikan oleh guru SD di Jogja,gudeg mempunyai sejarah yang menarik. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda dulu, ada salah satu pembantu yang membuatkan makanan dari gori atau nangka muda untuk meneer  Belanda. Karena masakan pembantunya itu enak, lalu meneer itu berkata “Good, Dik” kepada pembantunya tersebut. Kemudian kata tersebut lebih nyaman dikatakan dengan “gudeg” oleh lidah orang jogja dari waktu ke waktu. Selain menjadi sentra gudeg, Jalan Wijilan juga lokasi yang menarik untuk bersepeda atau jalan pagi, setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Alun-alun Selatan Keraton Jogja. (mayanast)

Sumber: pengalaman pribadi 

Tidak ada komentar: